Sabtu, 04 Oktober 2008

KEGAIBAN RITUAL PANJANG JIMAT

www.cirebonkotaku.blogspot.com
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW berawal pada zaman Khalifah Sholahuddin Al Ayubi (1137-1193 M). Tujuannya agar umat Islam selalu meneladani Nabi Muhammad SAW….

Pengaruh khalifah itu kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk Cirebon. Pada abad ke 15, Pangeran Cakrabuana (Walangsungsang) mengadopsi perayaan Maulid dengan disesuaikan dengan adat setempat. Peringatan ini dikenal dengan nama Panjang Jimat.

Puncak acara (pelal) Panjang Jimat diselenggarakan di 4 tempat, yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan dan Kompleks makam Sunan Gunung Jati. Pada hari Minggu, 10 April malam, atau bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1427 H, upacara Panjang Jimat tahun ini (2006) diselenggarakan.

Rangkaian acara Panjang Jimat tidak hanya dihadiri warga Cirebon, tetapi juga dari daerah lain seperti Jawa Barat (Bandung, Sumedang, dll), Jawa Tengah (Pekalongan, Semarang, dll), Banten dan Jakarta.

Pelal Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan dan Kanoman tergolong paling ramai, mengingat simbol-simbol dan peninggalan Sunan Gunung Jati lebih banyak terdapat di 2 keraton tersebut. Di sana, ribuan orang berdesakan menyaksikan acara ritual sakral ini.

Adapun prosesi ritual Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan yaitu, arak-arakan nasi tujuh rupa atau Nasi Jimat yang melambangkan hari kelahiran manusia. Diarak dari Bangsal Jinem yang merupakan tempat Sultan bertahta, ke masjid atau mushola keraton. Nasi Jimat itu diarak dengan pengawalan barisan abdi dalem yang membawa simbol-simbol sebagai lambang.

Barisan pertama ialah pembawa lilin, bertujuan sebagai penerang. Diikuti iring-iringan pembawa perangkat upacara seperti: manggaran, nadan dan jantungan (lambang kebesaran dan keagungan).

Kemudian iring-iringan pembawa air mawar dan kembang goyang, lambang air ketuban sebelum lahirnya jabang bayi dan usus atau ari-ari yang mengakhiri kelahiran. Disusul iring-iringan pembawa air serbat yang disimpan di 2 guci (lambang darah saat bayi lahir) dan 4 baki (lambang 4 unsur dalam diri manusia: angin, tanah, api dan air).

Setelah pasukan pengawal iring-iringan lengkap berkumpul di Bangsal Purbayaksa, putra mahkota P.R.A. Arief Natadiningrat atas izin Sultan Kasepuhan, memimpin arak-arakan menuju Langgar Agung.

Arak-arakan yang keluar dari Bangsal Purbayaksa disambut di luar keraton oleh pengawal pembawa obor (perlambang Abu Thalib, paman Nabi menyambut kelahiran bayi Muhammad SAW pada malam hari). Setelah itu dibawa ke mushola. Di mushola, Nasi Jimat dibuka bersama dengan sajian makanan lain termasuk makanan yang disimpan di 38 buah piring pusaka peninggalan Sunan Gunung Jati.

Di mushola dilakukan shalawatan serta pembacaan kitab Barjanzi hingga tengah malam (pukul 24.00 WIB) dipimpin imam Masjid Agung Sang Ciptarasa Keraton Kasepuhan.

Sebelum arak-arakan membawa Nasi Jimat tujuh rupa dimulai, Sultan Kasepuhan, Sultan Sepuh XIII, Maulana Pakuningrat memberi wejangan kepada para abdi dalem dan tamu undangan.

Intinya, Panjang Jimat merupakan sarana memperpanjang ingatan umat Islam terhadap Nabi Muhammad SAW dan kalimat Syahadat. Berasal dari kata Panjang yang artinya memperpanjang (melestarikan) dan Jimat atau barang siji (satu) yang harus dimatmat atau dirawat (dijaga) yaitu kalimat Syahadat.

Prosesi yang sama juga terjadi di Keraton Kanoman. Perbedaannya dengan Keraton Kasepuhan, gamelan (Gong Sekati) peninggalan Sunan Gunung Jati di Keraton Kanoman ditabuh dengan diiringi shalawatan dan lagu-lagu karya Sunan Kalijaga “Lir Ilir”. Prosesi dipimpin Sultan Kanoman XII, Sultan Muhammad Emirudin.

Gong Sekati sebenarnya milik Ratu Ayu (putri Sunan Kalijaga), isteri Pangeran Sabrang Lor (Sultan Demak II). Setelah suaminya wafat, Ratu Ayu membawa Gong Sekati sebagai benda kenang-kenangan suaminya. Makna Sekati adalah Syahadatain, yaitu dua kalimat syahadat. Konon, orang-orang yang ingin menonton pagelaran wayang diperkenankan asalkan terlebih dahulu mengucapkan 2 kalimat Syahadat.

Ritual Panjang Jimat merupakan puncak dari seluruh rangkaian kegiatan merayakan Maulud Nabi Muhammad SAW. Berbagai kegiatan ritual tradisional juga digelar sebelumnya, diantaranya pencucian jimat di Keraton Kanoman dan Keraton Kasepuhan.

Uniknya, air bekas cucian jimat atau benda pusaka itu menjadi rebutan warga yang mengharap berkah. Di Keraton Kanoman, air bercampur bunga setaman bekas mencuci Gong Sekati di Masjid Agung Kanoman menjadi rebutan warga yang meyakini membawa berkah. Itulah sebabnya, warga datang dengan membawa tempat menampung air seperti: gayung, botol mineral dan ember.

Begitu pencucian benda-benda selesai, ratusan warga yang berkumpul menyerbu kolam yang digunakan mencuci benda bersejarah itu. Rebutan air bekas cucian yang dilakukan pengunjung berlangsung seru. Pria, wanita, dewasa atau anak-anak semua berebut air kolam.

Mereka yang mendapatkan air akan terpancar rasa bahagia di wajahnya. Mereka yang mendapatkan air ada yang langsung diminum. Ada juga yang dibilaskan ke tubuh. Mereka percaya air tersebut memiliki manfaat.

“Saya percaya air bekas cucian ini membawa berkah,” tutur seorang warga kepada Misteri. Dia mengaku menampung air itu dalam beberapa botol mineral.

Sementara itu, Ki Nurteja, Dalang Keraton Kanoman mengungkapkan kegaiban yang sering terjadi dalam acara Panjang Jimat.

Dikisahkan, acara Panjang Jimat yang dihadiri ribuan orang itu ternyata juga dikunjungi makhluk gaib. Makhluk itu datang dan bercampur baur dengan manusia.

Makhluk-makhluk gaib itu tergolong jin muslim yang sudah di-Islam-kan oleh Pangeran Cakrabuwana dan Kanjeng Sunan Gunung Jati. Rupanya makhluk gaib itu juga ikut meramaikan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Menurut Ki Nurteja, dirinya sering mendengar cerita dari pengunjung yang datang ke acara Panjang Jimat. Mereka mengaku bertemu dengan sekelompok ‘orang’ yang berpakaian aneh dan berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti.
Ditulis oleh mystys di/pada Maret 11, 2008

Oleh : Agus Siswanto