Senin, 29 September 2008

Berburu Oleh-oleh Khas dari Kota Rebon



SH/bayu dwi mardana
Sonny (45) bersama Yoeng Mie Yin (73), pemilik Toko Sumber Jaya.

CIREBON – Berburu oleh-oleh khas Cirebon ternyata bisa jadi petualangan tersendiri. Di kota perbatasan antara provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah itu terdapat sentra-sentra yang menyediakan aneka buah tangan bagi para pendatang. Itu sebabnya dibutuhkan kejelian dan ketekunan untuk memilihnya.

Cirebon amat terkenal dengan beragam olahan khas pesisir, terutama berbahan dasar udang. Ini ditunjukkan dengan betapa mudahnya kita mencari aneka buah tangan, seperti terasi, kerupuk, kecap sampai abon yang terbuat dari udang maupun ikan asin. Terasi udang asal Cirebon harumnya sudah sampai ke mana-mana. Begitu pun dengan abon dari rebon (udang kecil). Alhasil terasa belum pas bila pulang tak membawa panganan itu.
Udang memang jadi andalan. Satwa laut ini telah menjadi kebanggaan kota di pesisir pantai utara Jawa itu. Warganya pun yakin udang juga menyumbang kata untuk nama kota mereka. Saking bangganya, arsitektur bangunan Balai Kota dihiasi dengan patung udang. Patung ini terdapat di bagian puncak bangunan.
”Padahal, oleh-oleh khas Cirebon tak cuma udang saja. Di toko ini, kami membaginya menjadi dua, makanan dan non-makanan,” sebut Sonny, 45, pemilik Toko Sumber Jaya, kios yang khusus menjual oleh-oleh Cirebon di Jl. Siliwangi.
Di bagian makanan, oleh-oleh kembali diklasifikasi: mentah dan matang. Kata Sonny, tak semua toko buah tangan menyediakan kedua jenis panganan itu. Ada yang mengkhususkan diri menjual mentah saja, ada pula cuma sedia matang. ”Bedanya, kami sediakan dua-duanya.” Ambil contoh, emping dan kerupuk.
Untuk olahan bahari, makanan khas Cirebon sebetulnya tak terpaku pada olahan udang. Buktinya, kita bisa dengan mudah memilih ikan asin jambal roti, ikan bilis kering, ikan kakap kering, ikan bulu ayam, star fish dan lainnya. ”Semuanya memang dikeringkan supaya tahan lama dan bisa dibawa kemana-mana,” ujar Sonny dengan ramah.
Bila dibiarkan dalam bentuk basah, hasil laut itu sudah pasti cepat membusuk. Tentu saja, ini tak bisa memenuhi syarat buah tangan yang mudah dibawa dan awet. ”Usaha ini dimulai secara sederhana, kita coba kreatif. Daripada dijual basah tapi nggak tahan lama dan cuma dibuang, kenapa nggak dibuat bentuk kering,” papar perempuan perokok berat itu.
Ia mengaku usaha ini dimulai oleh ibunya, Yoeng Mie Yin (73) pada 1979. Saat itu, tempat mereka berjualan belum sebesar sekarang, cuma sebuah toko berukuran 5 x 7 meter. Waktu itu toko ini ada di Pasar Pagi Cirebon, tempat ini memang dikenal sebagai pusat oleh-oleh.
Pada 1988, toko Sumber Jaya pindah. Mereka menempati toko baru di Jl. Siliwangi. Ini jalan utama yang selalu ramai. Sebab jalur ini yang menghubungkan Balai Kota dan Alun-alun Kejaksan dengan daerah lain. Perpindahan ini makin pas sebab di sepanjang jalan ini hotel-hotel pun tumbuh subur. Kelancaran usaha mereka terbukti dengan tiga cabang yang dimiliki. ”Tapi yang dua itu beda manajemen. Yang ngurus adik saya,” jelas Sonny tersenyum.

Bervariasi
Soal harga, lanjut Sonny, bervariasi. Tiap produk dibanderol sesuai dengan mutu dan kandungan bahan baku. Makin gurih dan makin banyak bahan baku yang dipakai tentu saja harganya bakal menguras kantong. Agar seluruh segmen pasar tercapai, toko Sumber Jaya memilih untuk menyediakan beragam harga, sesuai dengan kualitas.
Lihat saja, pada harga yang ditawarkan untuk oleh-oleh terasi udang. Mau cari harga sepuluh ribu-an sampai seratus ribu pun tersedia. Star fish kering dijual dari Rp 45.000 – Rp 90.000 per kilogram. Kerupuk udang ukuran 250 gram, antara Rp 4.500 sampai Rp 12.500.
Selain makanan ala bahari, juga ada manisan. Panganan ini tersedia dari yang fresh sampai bentuk kering. Manisan mangga daging dengan kualitas super bisa dibawa pulang dengan harga, Rp 55.000 per kilogram. Selain enak, manisan ini dijamin tak hancur dalam waktu 9 bulan. ”Total kering dan tanpa pengawet,” tukas Sonny tanpa bermaksud promosi.
Anda pun bisa membawa sirup Campolai. Sirup yang menggunakan bahan dasar gula batu ini memberikan cita rasa alami yang berbeda dengan sirup lainnya. Sirup ini cukup mendapat tempat para pemburu oleh-oleh.
Khas yang tak kalah menggoda adalah teh, rengginang, hingga kerupuk melarat. Makanan khas tersebut tidak semata dari Cirebon, tetapi juga perpaduan dari daerah sekitar, seperti dari Plered, Indramayu, dan Kuningan. Bahkan ada beberapa modifikasi menarik yang dibuat dengan menggunakan bahan sama.
Sebenarnya makanan tersebut lebih dikenal di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Namun, berkat penanganan yang piawai, seperti rasa dan penyajiannya, makanan ini pun dapat dirasakan setiap kalangan.

Non-Makanan
Untuk oleh-oleh non-makanan, kita bisa memilih beragam produk, seperti batik trusmi, poci (tempat menyeduh teh), gerabah, lukisan kaca, lukisan batu alam, dan masih banyak lagi. Sejak lama Cirebon sudah dikenal dengan kerajinan tangan yang khas. Tak heran bila di sekitar Cirebon muncul berbagai sentra kerajinan rakyat.
Menurut para ahli sejarah, kemunculan sentra-sentra tersebut tak terlepas dari upaya penyebaran agama Islam pada masa Sunan Gunungjati sekitar 500 tahun silam. Para pengikut setia Sunan Gunungjati mengajarkan berbagai kerajinan tangan untuk menarik minat masyarakat saat itu memeluk agama Islam.
Misalnya saja, Ki Tegalmantra yang mengajarkan anyam-anyaman kepada masyarakat Cirebon bagian barat sambil berdakwah menyebarkan Islam. Keterampilan ini terus berlanjut turun-temurun, melewati beberapa generasi.
Sampai sekarang penduduk Desa Tegalmantra dan Tegalwangi (tempat Ki Tegalmantra menyebarkan agama Islam) dikenal sebagai sentra industri kerajinan rotan terbesar di Jawa. Sedangkan makam Ki Tegalmantra masih terpelihara dengan baik.
Sementara itu Pangeran Kejaksaan dan Ki Bekila yang memiliki keterampilan membuat benda-benda dari besi, menyebarkan agama Islam di sekitar Desa Jemaras Kecamatan Klangenan. Sampai sekarang keterampilan membuat barang-barang dari besi seperti pacul, golok, dan pisau, masih dilanjutkan penduduk setempat.
Penyebaran Islam juga ikut mempengaruhi setiap motif hias kerajinan tangan, baik ukir kayu, batik maupun gerabah, didominasi motif hias flora seperti bunga melati dan sulur kangkung maupun yang dipengaruhi budaya Cina seperti wadasan (batu karang) dan mega mendung. Sedangkan motif hias fauna, tidak terdapat dalam berbagai kerajinan Cirebon karena sebaiknya dihindari sesuai ajaran Islam.
Di Desa Trusmi, Kabupaten Cirebon – sekitar 5 kilometer dari pusat kota, kita bisa membeli aneka batik khas Cirebon. Batik Cirebon termasuk batik pesisir yang mempunyai corak dan motif tersendiri. Salah satu ciri khas batik asal Cirebon yang tidak ditemui di tempat lain adalah motif Mega Mendung, yaitu motif berbentuk seperti awan bergumpal-gumpal yang biasanya membentuk bingkai pada gambar utama.
Batik dari desa Trusmi telah menyebar ke mana-mana. Pangsa pasarnya bukan lagi lokal tetapi sudah merambah mancannegara. Tak heran bila batik dari desa ini lebih dikenal dengan nama Batik Trusmi. Di sini, banyak toko yang khusus menjual Batik Trusmi.
Kerajinan rotan bisa ditemui di Tegalwangi, Kecamatan Plumbon. Aneka bentuk dan desain rotan dapat Anda pilih-pilih sendiri. Di desa Bobos, Sumber terdapat kerajinan tangan lukisan dari batu alam. Bila mengambil jalur ke Jakarta/Bandung lewat Majalengka, Anda akan melewati desa ini. Nah, asyik kan? (*)



Copyright © Sinar Harapan 2003

Tidak ada komentar: