Senin, 29 September 2008

Goa Sunyaragi, Wisata Kultural Bercorak Hindu, Islam, dan Eropa

www.cirebonkotaku.blogspot.com
INILAH taman indah lambang kebesaran masa silam. Meskipun telah terbenam perjalanan zaman, Goa Sunyaragi yang dibangun awal abad ke-18 oleh Kerajaan Islam Kasepuhan Cirebon masih memperlihatkan keindahannya sebagai maha karya arsitektur tempo dulu. Bangunan ini menggunakan bongkahan batu karang dan batu bata sebagai sandaran atau penyangga, dan pada puncak-puncak bangunan ada bangunan limasan dari bahan kayu.Goa Sunyaragi merupakan kompleks bangunan yang semua ruang-ruangnya dibentuk menyerupai goa. Atau lebih tepatnya merupakan kompleks goa-goa buatan yang dihubungkan oleh lorong atau jalan-jalan setapak yang berliku indah. Menuju ke tempat wisata yang terletak di Kota Cirebon (Jabar) ini tidaklah sulit. Dari terminal induk Kota Cirebon obyek wisata sejarah budaya ini, langsung naik angkutan kota sampai di goa ini.

Bangunan Sunyaragi sebagaimana diungkapkan peneliti dari Balai Arkeologi Bandung W Anwar Falah, sebenarnya merupakan kompleks bangunan taman sari yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan dan menyepi diri bagi keluarga Raja Kasepuhan Cirebon pada awal-awal abad ke-18. Sunyaragi terdiri dari dua suku kata sunya berarti sunyi, sepi,dan ragi berarti raga. Nama ini menurut sumber tertulis memang nama sebenarnya, atau nama asli pemberian pembuatnya.

Karena goa ini berfungsi ganda, yaitu sebagai tempat istirahat dan tempat menyepi, maka bentuk arsitekturnya pun mengarah pada dua fungsi itu. Berkesan mistis, tetapi juga indah, artistik, dan segar, dan sudah pasti dulunya penuh bunga-bunga. Atau dalam istilah dunia arkeologi ada dua sifat bangunan di Sunyaragi yaitu bangunan profan yang mencerminkan sebagai tempat kesenangan duniawi para Sultan Kasepuhan Cirebon. Sedang unsur bangunan yang kedua adalah bangunan bersifat sakral yang berkait dengan perilaku keagamaan para sultan.

Kesan profan itu bisa dilihat pada halaman utama. Begitu memasuki bangunan Sunyaragi yang menggambarkan adanya area pertamanan. Di halaman utama ini terdapat ruang-ruang kosong yang menyebar di sana-sini, dan hiasan-hisan batu karang yang variatif. Pintu gerbang masuk bangunan yang
awal pembuatannya diperkirakan pada masa pemerintahan Pangeran Aria Cirebon (1697-1768) ini dibuat bermotif bentar dari bahan terakota (bata). Hampir setiap pintu masuk di bangunan itu memakai bangunan berundak-undak (bentar) yang berciri Hinduistik. Ciri Hinduistik juga terlihat adanya bentuk makara (raksasa) di atas pintu dan jaladwara (talang air di sudut-sudut bangunan) dan bangunan kayu bentuk joglo.

Bangunan Sunyaragi juga diwarnai adanya unsur budaya Cina atau gaya Tiongkok kuno, seperti ukiran atau relief yang bermotif kembang kuningan, bunga persik, bunga matahari, serta teratai. Ciri khas Tiongkok kuno juga terlihat adanya tempelan di dinding-dinding bangunan piring-piring atau panil-panil keramik Cina. Yatna Satriana dan kawan-kawan dalam bukunya Kesejarahan dan Nilai Arsitektur Sunyaragi menyatakan, adanya unsur Cina dalam bangunan itu menjadi wajar, karena banyak orang-orang Cina yang memberikan bantuan atas pembangunan Sunyaragi. Pemberi bantuan ini adalah para pengikut Putri Cina istri Syekh Syarif Hidayattullah atau Sunan Gunungjati.

Sebagai bangunan yang dibangun Kerajaan Kasepuhan Cirebon yang memang menobatkan diri sebagai kerajaan Islam, sangat wajar unsur Islam juga melekat dalam kompleks bangunan seluas 1,5 hektar ini, khususnya pengaruh Timur Tengah. Di antaranya adanya relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap tempat shalat. Di samping itu juga ada bangunan-bangunan pawudlon (tempat wudu). Ada bangunan yang disebut bangsal Jinem yang jika dilihat dari seluruh penjuru mata angin mirip Ka'bah.

Bangunan Goa Arga Jumut memiliki unsur kuat khas arsitektur Eropa. Misalnya jendela bagian atas melengkung dan berjari-jari, pintunya tinggi, dan langit-langitnya terbuat dari kayu, dan lubang anginnya berbentuk lingkaran, dan tiang bangunan terbuat dari semen cor berbentuk kolom menunjukkan pengaruh arsitektur Eropa.

Melihat Sunyaragi, wisatawan akan diajak masuk dalam suasana kultur Hindu, Islam, Cina, dan Eropa. Sebuah gambaran betapa luasnya pergaulan raja-raja Cirebon di masa itu. Kita akan menikmati sebuah silang kultur tanpa memperhatikan agama.

***

MESKIPUN bangunan ini masih tampak utuh, namun siapa yang mengawali pembangunan Sunyaragi dan kapan dimulainya pembangunan, masih belum jelas betul. Arkeolog dari Balai Arkeologi Bandung W Anwar Falah yang meneliti bangunan Sunyaragi mencatat adanya beberapa fakta. Berbagai data tertulis ataupun data lisan menyebutkan pembangunan Sunyaragi berkisar antara awal abad ke-18 sampai pertengahan abad ke-18.

Babad Cirebon menerangkan pendirian Sunyaragi diperkirakan pada tahun Jawa 1666 atau 1741 Masehi. Babad Cirebon itu tidak menyebutkan proses pendirian Sunyaragi, namun menyebutkan masa pembangunan Sunyaragi pada pemerintahan Pangeran Aria Cirebon (1697-1768). Dari kumpulan arsip Hindia Belanda, sejarawan Moisbergen menyebutkan, Sunyaragi dibangun tahun 1703 oleh Pangeran Aria Cirebon yang dibantu arsitektur dari Cina. Keraton Kasepuhan juga berpendapat Sunyaragi dibangun Pangeran Aria Cirebon. Namun, pihak Keraton Kasepuhan menjelaskan berdasarkan candra sengkala dalam bentuk relief garuda dililit ular yang menempel di salah satu bangunan Sunyaragi, yang menunjuk angka tahun 1704. Dari sinilah Anwar Falah menyimpulkan pembangunan Sunyaragi dilakukan bertahap, mulai awal abad ke-18 sampai pertengahan abad ke-18.

Menurut sumber dari Keraton Kasepuhan, bangunan Sunyaragi paling akhir digunakan oleh Sultan Sepuh Safiudin (1776-1784) sebagai tempat persembunyian untuk menyusun kekuatan melawan kolonial Belanda. Sultan Safiudin tewas dalam sebuah serangan yang dilakukan Belanda, dan bangunan Sunyaragi sempat rusak saat Kasepuhan dipegang Pangeran Adiwijaya pada tahun 1852.

Sunyaragi praktis masih utuh, sampai sekarang. Namun, peninggalan sejarah yang kini dijadikan obyek wisata di Cirebon ini sayangnya tak dirawat. Alang-alang tumbuh meninggi memenuhi jalan-jalan di seputar obyek wisata ini. Taman Sari Sunyaragi meskipun lebih besar dari Taman Sari Keraton Yogyakarta, tetapi sulit untuk renovasi total karena sebagian besar sudah menjadi permukiman penduduk. Sunyaragi masih utuh, masih layak dikembangkan seperti Candi Borobudur dan lingkungan sekitarnya, misalnya. Aset ini sayang jika disia-siakan. (Th Pudjo Widijanto)

Kompas/thomas pudjo widiyanto
MEGA MENDUNG - Pintu gerbang masuk dari sisi selatan bangunan Sunyaragi di samping dilengkapi pintu kayu, di atas pintu itu terdapat relung-relung yang membentuk relief megamendung, sebuah budaya khas Cina yang kini menjadi identitas karya relief atau batik Cirebon.

Kompas/thomas pudjo widiyanto
PUNCAK - Salah satu bangunan kompleks kuno Sunyaragi yang memiliki puncak bangunan joglo limasan, khas bangunan Jawa.

Kompas/thomas pudjo widiyanto
PERTITAAN - Bangunan Sunyaragi dilengkapi bangunan pertirtaan (kolam) yang juga terbuat dari terakota.

Kompas/thomas pudjo widiyanto
BENTAR - Pintu gerbang masuk ke bangunan Sunyaragi adalah bangunan berbentuk bentar terbuat dari terakota yang berciri khas Hindu.
http://www2.kompas.com

Tidak ada komentar: