Senin, 29 September 2008

Olahan Hasil Laut dari Cirebon




KOMPAS/LIS DHANIATI
Guntur Wijaya dan Debby

Melihat adanya "celah" usaha penganan oleh-oleh khas Cirebon, mereka lalu memanfaatkan hasil laut sebagai bahan baku utama. Kalau semula hanya menjadi penjual, kini mereka menjadi produsen.

Mengawali usaha di bidang oleh-oleh makanan tahun 1992, Guntur Wijaya dan Debby sekadar menjadi penjual. Empat tahun kemudian, suami-istri ini baru berpikir untuk mencoba memproduksi sendiri penganan untuk oleh-oleh dari Cirebon.

Sebagai salah satu kota pesisir, Cirebon, antara lain, dikenal dengan hasil lautnya. Maka, berawal dari keinginan membuat produk penganan yang khas, Guntur dan Debby memutuskan menjadikan hasil laut sebagai bahan baku utama.

"Kalau mau menjual penganan oleh-oleh, kita harus memiliki produk yang bisa dijadikan unggulan," kata Guntur yang semula hanya menjual penganan produk usaha-usaha industri kecil.

Selain karena bahan baku hasil laut relatif mudah didapatkan di Cirebon, Guntur (47) dan Debby (47) juga melihat belum banyak orang yang menaruh perhatian untuk menjadikan hasil laut sebagai penganan olahan yang siap disantap.

Selama ini produsen umumnya menggunakan hasil laut untuk membuat terasi, diasinkan, atau dibuat jadi kerupuk.

Dari hobi memasak, lama-kelamaan Debby piawai meracik bumbu. Maka, dia lalu berusaha mengolah hasil laut itu untuk dijadikan berbagai jenis makanan siap saji. Awalnya, dia membuat abon ebi.

Ketika konsumen ternyata menyukai produk tersebut, mereka pun makin percaya diri. Debby dan Guntur lalu membuat berbagai makanan siap saji lainnya, seperti dendeng cumi, dendeng ikan, dendeng udang, teri balado, teri belah goreng, dan teri sambal goreng kacang.

Agar lebih menarik dan praktis untuk dibawa sebagai oleh-oleh, penganan itu dikemas dalam toples-toples tembus pandang. Setiap toples penganan siap saji itu berisi 200 gram makanan, dengan harga berkisar dari Rp 20.000 sampai Rp 25.000.

Meski tanpa bahan pengawet, produk mereka bisa tahan hingga enam bulan. Hari demi hari, volume bahan baku yang diolah semakin banyak, seiring dengan makin ramainya pembeli.

"Dalam seminggu, kami membuat masing-masing jenis makanan itu dua-tiga kali. Setiap kali produksi, menghabiskan bahan baku sekitar 12 kilogram," ujar Debby.

Ide untuk mengolah bahan baku menjadi makanan siap saji bisa datang dari mana saja. Namun, Debby menambahkan, sering kali ide itu justru datang ketika mereka melihat bahan bakunya.

"Misalnya ada teri yang ukurannya di bawah persyaratan untuk ekspor. Harganya pasti lebih murah. Teri seperti ini lalu kami olah dan ternyata malah jadi punya nilai tambah," ucap Guntur.

Pesan setelah mencicipi

Untuk meluaskan pasar, Debby dan Guntur membawa produknya ke berbagai pameran di Bandung, Jakarta, Surabaya, bahkan sampai Malaysia. "Di Malaysia, mereka mencicipi produk kami. Setelah tahu rasanya, ada pemilik modal yang menawari kami untuk membuka pabrik di sana," kata Guntur yang produknya berlabel Pangestu ini.

Tawaran itu tak bisa dipenuhi karena mereka merasa pasar dalam negeri pun masih terbuka lebar. Bahkan, tawaran untuk mengekspor produk juga belum bisa mereka penuhi. Alasannya, mereka belum menemukan kemasan yang bisa menjamin produk itu tetap terjamin kualitasnya meski diangkut dalam jarak jauh dan waktu yang lama.

"Konsumsi produk-produk laut oleh masyarakat kita sendiri masih rendah. Apalagi dibandingkan Jepang, dengan Malaysia saja kita ketinggalan. Padahal, mengonsumsi produk-produk laut sangat mendukung kecerdasan seseorang," ujar Guntur "berkampanye".

Meski produk penganan olahan hasil laut mereka relatif sudah dikenal, Guntur dan Debby belum puas.

"Kami ingin membuka restoran yang menunya masakan khas Cirebon, seperti nasi jamblang, nasi lengko, dan empal gentong. Biar bisa jadi one stop shopping, orang merasakan masakan Cirebon sekaligus beli oleh-oleh di tempat yang sama," kata ayah dari Samuel (19), Michael (16), Stevanus (15), dan Lukas (13) ini.

Harga terjangkau

Salah satu yang membuat produk olahan hasil laut mereka relatif populer adalah harga yang terjangkau. Menurut Guntur, selain mengedepankan kualitas, mereka juga berusaha agar produk makanan siap saji tersebut bisa dinikmati semakin banyak orang.

"Meskipun makanan kami kualitasnya bagus, rasanya juga lezat, tetapi percuma jika harganya tidak bisa dijangkau banyak konsumen," ujarnya.

Kini, Guntur dan Debby membuka dua toko untuk memasarkan produk mereka, di samping itu juga menyediakan penganan oleh-oleh dari Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. Toko mereka berada di Jalan Sukalila dan Pasar Pagi Cirebon.

Meski tidak terletak di tepi jalan raya, sebagian orang di Cirebon tetap menjadikan toko mereka sebagai tujuan untuk mendapatkan penganan oleh-oleh khas Cirebon.

"Kami sengaja menyediakan juga makanan khas dari daerah lain di sekitar Cirebon untuk memberi alternatif pilihan kepada konsumen," kata Debby. Tokonya memang tak hanya menjual produk berlabel Pangestu, tetapi juga berbagai makanan lain, seperti kerupuk, ikan, tape ketan, manisan, sampai sirup buah campolay, dan jeruk nipis peras. (LIS DHANIATI)



Sumber: Kompas

Tidak ada komentar: