Senin, 29 September 2008

Keraton Kanoman : Benteng Sejarah yang Kian Melapuk

NASIB keraton-keraton di Kota Cirebon, Jawa Barat, memang tidak sebaik keraton-keraton di Solo atau di Yogyakarta. Tidak hanya karisma dan aura keraton yang makin pudar di tengah-tengah masyarakat Cirebon masa kini, tetapi secara fisik bangunan keraton-keraton di Cirebon kondisinya sudah sangat memprihatinkan.

Di Cirebon, saat ini terdapat tiga keraton, yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan. Ketiganya adalah saksi sejarah dan peninggalan kebesaran Kesultanan Cirebon, salah satu kerajaan Islam terbesar di Jawa pada abad ke-15.

Di antara ketiga keraton tersebut, yang kondisinya paling memprihatinkan saat ini adalah Keraton Kanoman. Keraton yang letaknya paling “tersembunyi” dibanding kedua keraton lainnya (karena berada di belakang pasar tradisional milik Pemerintah Kota Cirebon) itu saat ini sedang dirundung berbagai masalah.

Perebutan takhta di keraton tersebut tidak kunjung usai meskipun sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Kanoman sejak Maret 2003 lalu memiliki dua sultan yang sama-sama ngotot mengaku paling sah menjabat sebagai Sultan Kanoman XII, yaitu Pangeran Raja Muhammad Emirudin dan Pangeran Muhammad Saladin.

Konflik yang makin meruncing dan melibatkan hampir seluruh kerabat keraton tersebut semakin menambah suram suasana keraton yang memang sudah suram karena lapuk dimakan umur. Secara fisik, Keraton Kanoman mulai rusak di sana- sini karena kurangnya perawatan.

Hampir di seluruh sudut kompleks keraton seluas enam hektar itu tampak suram dan tidak terawat. Rumput liar tumbuh subur setinggi betis orang dewasa di halaman keraton dan taman-taman yang terletak di dalam lingkungan keraton.

Di dalam bangunan utama keraton, tampak dinding-dinding yang kusam dan ditumbuhi lumut. Beberapa ornamen hiasan dinding dan ukiran- ukiran di pintu-pintu yang terbuat dari kayu jati juga sudah kusam dan tersaput debu. Di beberapa bagian, kayu penutup langit-langit ruangan sudah lapuk, dan beberapa di antaranya bahkan sudah jebol.

Keberadaan pasar tradisional di depan kompleks keraton juga sangat mengganggu dan menurunkan kesan agung sebuah keraton. Akibat adanya pasar milik Perusahaan Daerah Pasar Kota Cirebon itu, hanya tersisa satu-satunya jalan masuk menuju kompleks Keraton Kanoman yang sangat sempit dan kumuh karena penuh tumpukan sampah dan lalu lalang para pedagang. Saat ini, kesan agung keraton itu semakin pudar dengan dibangunnya sarana WC umum di dalam kompleks alun-alun keraton.

Pangeran Saladin yang sempat mengajak Kompas berjalan-jalan meninjau bagian dalam keraton, mengakui buruknya kondisi fisik bangunan Keraton Kanoman. Menurut Saladin, rusaknya sebagian bangunan di keraton tersebut karena minimnya biaya perawatan.

Saladin menyatakan, perawatan dan pemeliharaan seluruh kompleks keraton idealnya membutuhkan biaya Rp 30 juta per bulan. Namun, karena keterbatasan kemampuan keuangan, keraton hanya mampu mengeluarkan dana Rp 7,5 juta per bulan untuk biaya pemeliharaan. “Dan, uang itu semua berasal dari kantong pribadi kami sendiri,” ungkapnya.

Saladin mengemukakan, hingga saat ini belum ada alokasi dana bantuan rutin dari pemerintah-baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kota- guna memelihara Keraton Kanoman.

Menurut dia, apabila ada bantuan dana, sifatnya insidental pada saat ada acara-acara khusus. “Seperti untuk acara Muludan, kami menerima bantuan Rp 17 juta dari Gubernur Jabar. Itu juga cuma sekali dalam setahun dan tidak seberapa dibanding kebutuhan kami,” ujarnya.

Akibat kurangnya dana pemeliharaan tersebut, Saladin mengaku terpaksa tidak bisa mempertahankan pemanfaatan beberapa bangunan di dalam kompleks keraton, sehingga saat ini dibiarkan terbengkalai.

Salah satu bangunan yang puluhan tahun tidak dimanfaatkan adalah Bangsal Pulantara di sayap timur keraton.

Gedung megah berlantai tiga tersebut seharusnya diperuntukkan sebagai tempat tinggal putra putri sultan. Namun, sekarang tidak dipergunakan sama sekali, dan di bagian depannya hanya dijadikan kandang kambing dan sapi peliharaan keraton.

KONDISI tersebut sangat disayangkan oleh kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Cirebon. Ketua DPRD Kota Cirebon Suryana berpendapat, seharusnya pemerintah tanggap dan turut bertanggung jawab untuk melestarikan peninggalan sejarah yang bernilai tinggi tersebut. “Bukan malah menelantarkan dan membiarkannya terbengkalai seperti selama ini,” tandasnya.

Suryana menyebutkan, kondisi fisik kompleks Keraton Kanoman Cirebon sudah rusak di sana-sini dan tampak tidak terpelihara karena kurangnya biaya pemeliharaan. Ia khawatir, apabila tidak diambil tindakan cepat untuk menyelamatkan bangunan cagar budaya tersebut, Keraton Kanoman tidak akan mampu bertahan lama.

Suryana berjanji akan memperjuangkan alokasi dana pemeliharaan rutin keraton-keraton di dalam APBD Kota Cirebon, dan akan mengajukan permohonan bantuan resmi kepada Presiden Megawati Soekarnoputri untuk memperbaiki bangunan keraton di Cirebon.

Yang menjadi masalah, pihak-pihak di luar keraton merasa jengah untuk melangkah masuk dalam lingkungan keraton karena konflik perebutan takhta yang tidak kunjung selesai. Mereka serba salah, karena terjebak dalam masalah legitimasi siapa yang paling sah menjadi Sultan Kanoman. (DAHONO FITRIANTO)


sumber : kompas.com dan diposting melalui http:www.elgibrany.blogsom.com

Tidak ada komentar: